Asal usul nama Blora dan artinya sampai sekarang belum jelas. Menurut cerita rakyat, kata "blora" berasal dari kata 'belor' yang artinya 'lumpur' atau 'tanbecekah '. Selanjutnya kata 'belor' berkembang menjadi 'beloran' atau 'mbeloran' yang juga berarti 'tanah berlumpur'. Dalam perkembangan selanjutnya, kata 'beloran' atau 'mbeloran' diucapkan dengan kata 'bloran' atau 'mbloran'. Kata tersebut biasanya dipergunakan untuk menyebut nama suatu tempat yang mempunyai spesifikasi atau ciri-ciri seperti berikut. akan tetapi sampai saat ini tidak ada desa di Kabupaten Blora yang namanya menunjukkan ke arah pengertian tersebut (Riyanto, dkk: 1987 : 4).
Cerita lain menyebutkan bahwa nama 'Blora' berasal dari kata 'belo lara' (anak kuda sakit), yaitu seekor anak kuda tunggang yang dihadiahkan oleh Asisten Residen Rembang kepada senopati Ngadi yang telah berhasil memadamkan pemberontakan Naya Gimbal/ Naya Sentika sehingga dia diangkat menjadi bupati karangjati yang semula hanya berupa kawedanan. adapun ceritanya adalah sebagai berikut
.
.
Tersebutlah di Kadipaten bengir ada pemberontakan yang dipimpin oleh sisa-sisa laskar prajurit Diponegoro yang bernama Naya Sentika, yang oleh karena rambutnya panjang dan tidak terurus (gimbal), maka dia kemudian dikenal dengan sebutan 'Naya Gimbal'. sebagai cucu prajurit pribumi, sebagaimanahalnya para leluhurnya dalam jiwa Naya Gimbal sudah tertanam rasa nasionalisme yang tinggi. Dia sangat anti penjajah beserta antek-anteknya, termasuk para bupati maupun wedana yang membantu Belanda.
Naya Gimbal beserta prajuritnya menyerang Kadipaten Bengir yang termasuk dalam afdeling Asisten Resident Rembang, Resident Jepara Rembang. Sebagai pembantu pemerintahan Bengir, adalah tumenggung (wedana) Karangjati bernama 'Ngadi', yang merupakan adik kandung Bupati Bengir. Wedana Ngadi orangnya lumpuh, akan tetapi sanyat sekti.
Atas serangatn prajurit Naya Gimbal, Kadipaten Bengir merasa kewalahan, bahkan senapati perang Kadipaten Bengir yang bernama Begede Jetis gugur dalam pertempuran terbebut. Pertempuran yang menewaskan senapati Begede Jetis tersebut terjadi di sawah Balung Gembung, sebelah selatan Mlangsen. Oleh para pengikutnya, jenasah Begede Jetis dimakamkan di Desa jetis.
Untuk memadamkan pemberontakan tersebut, akhirnya Bupati Bengir mendapatkan petunjuk gaib (wangsit), bahwa yang dapat mengalahkan Naya Gimbal adalah adiknya sendiri yang bernama Ngadi. Oleh karena itu, Bupati Bangir lalu memberitahukan hal itu kepada adiknya. Ngadi pun lalu maju ke medan perang dengan cata ditandu.
Wedana Ngadi mempunyai pusaka ampuh berupa tombak dapur 'Godong Andong'. Dengan pengaruh kewibawaan pusakanya tersebut akhirnya dia berhasil menghalau dan mengalahkan prajurit Naya Gimbal. Wedana Ngadi mendapat petunjuk gaib (wangsit) untuk menguburkan jenasah senapati sebelumnya, yaitu Begede Jetis di sebelah utara Jetis, di tempat yang tananhnya tinggi (pojok). Oleh karena makamnya berada di tanah yang tinggi (pojok), akhirnya Begede Jetis juga mendaptkan sebutan 'Suman Pojok'.
Adapun Wedana Ngadi, oleh karena telah berjasa berhasil memadamkan pemberontakan Naya Gimbal, atas ijin Asisten Residen Rembang dia mendapatkan hadiah separoh wilayah Kadipaten bengir sigar semangka (dibagi dua sama rata), bagian selatan, dan selakigus dia diangkat menjadi Bupati. Pada saat pelantikannya sebagai bupati, Ngadi ingin memberi nama kabupatennya, namun belum juga mendapatkan ide. Pada waktu pelantikan tersebut, dari Asisten resident Rembang dia mendapatkan hadiah berupa seekor kuda tunggang (kuda jeti) yang masih muda (belo) tersebut jatuh sakit (lara). Oleh karena itu, Ngadi lalu memberi nama wilayah kabupatennya dengan nama 'Blora', yang merupakan dari kata 'belo lara'.
Pemerintahan Bupati Ngadi sangat baik. Rakyat merasa nyaman dan tenteram. Singkat cerita, Bupati Ngadi akhirnya meninggal dalam usia lanjut. Sebelum mangkat beliau berpesan agar jika kelak meninggal agar dimakamkan di arah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bengir. Masyarakat Blora menyebut makan Bupati Ngadi dengan sebutan 'Ngadi Purwa', berasal dari kata 'Ngadi', yaitu nama bupati yang dimakamkan dan kata 'purwa' yang berarti 'pemula'. Sebutan tersebut dimaksudkan untuk mengenang Bupati Ngadi sebagai pemula berdirinya Kabupaten Blora (Khasanah Legenda Blora, an, tt : th)
Sumber:
Ariani, Christriyati,
2007, Penelusuran Dan Pengkajian Cerita Rakyat di Kbupaten Blora. Blora: Kantor Pariwisata dan Kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar