Punakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa.
Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu
babak pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.
punokawan |
Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan
bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi
sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter
punakawan terdiri atas Semar, Gareng, petruk, dan Bagong. Dalam wayang Bali
karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem
dan Sangut (abdi dari Kurawa).
Punakawan itu berasal dari kata-kata Puna dan Kawan. Puna berarti susah; sedangkan kawan berarti kanca, teman atau saudara. Jadi arti Punakawan itu juga bisa diterjemahkan teman/saudara di kala susah.
Ada penafsiran lain dari kata-kata Punakawan. Puna bisa juga
disebut Pana yang berarti terang, sedangkan kawan berarti teman atau saudara.
Jadi penafsiran lain dari arti kata Punakawan adalah teman atau saudara yang
mengajak ke jalan yang terang.
Penafsiran lainnya, Puna atau Pana itu berarti fana. Jadi
Punakawan juga bisa ditafsirkan teman/saudara yang mengajak ke jalan kefanaan.
Punokawan terdiri dari 4 tokoh wayang diantaranya : Semar,
Gareng, Petruk dan Bagong. Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai
oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya
ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang
mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja
bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda
sakti Resi Manumanasa.
Tokoh-tokoh Punakawan itupun namanya memiliki arti. Semar
berasal dari kata Samara (bergegas), Nala Gareng berasal dari kata nala khairan
(memperoleh kebaikan). Sedangkan Petruk berasal dari kata fat ruk
(tinggalkanlah), sementara Bagong berasal dari kata al ba gho ya (perkara
buruk).
Jadi jika digabungkan maka arti dari tokoh Semar, Nala Gareng,
Petruk, Bagong itu memiliki arti 'bergegaslah memperoleh kebaikan,
tinggalkanlah perkara buruk.
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot,
Dawala, dan Gareng. Sementaraitu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya
didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang
anak bernama Besut.
Mengenal tokoh Semar.
Semar yang sering disebut juga Kyai Lurah Semar Badranaya
adalah nama tokoh punokawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh
ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam
pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Semar adalah pengasuh dari
Pendawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia
jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa.
semar |
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia
merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol
dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini
sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya
kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin
laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan
wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol
atasan dan bawahan. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya
sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang
Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang,
maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah
Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh
keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama
kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para
dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun
Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak
peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan
kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak
asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya
merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil
sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan
sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang
bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi negara yang
unggul dan sentosa.
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul
Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan
bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal
dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta
kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang
kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal
kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama
Semar. Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari
Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang
putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir
sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria.
Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan
Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat
Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada
Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya
diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan
makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak
berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi
pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut
sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar
sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa
sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki
empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan
Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan
kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan
disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka.
Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa.
Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya
diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar
Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya
ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai
penasihat Batara Guru. Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal
menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu
lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal
membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih,
dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang
berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi
nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada
suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi
pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung.
Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru
mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan
cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah
melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh
Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun
bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua
putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang
kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan
Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
Mengenal tokoh Gareng
gareng |
Gareng nama lengkap dari Gareng sebenarnya adalah Nala Gareng,
hanya saja kita sekarang lebih akrab dengan sebutan “Gareng”. Gareng adalah
anak Semar yang berarti pujaan atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng adalah
seorang yang tak pandai bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang serba
salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan. Ia pernah menjadi raja di
Paranggumiwang dan bernama Pandubergola. Ia diangkat sebagi raja atas nama Dewi
Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa dikalahkan oleh Petruk.
Gareng adalah punakawan yang berkaki pincang. Hal ini
merupakan sebuah sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati
dalam bertindak. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang
ciker atau patah. Ini adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka
mengambil hak milik orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena
semacam penyakit bubul.
Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di
Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan
Prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari
saudaranya sendiri yaitu Petruk.
Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi
dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu
menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja
menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang
Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil
perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua
rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka.
Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang berjalan di
atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia (Ismaya) memberi
nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu
minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel, titisan dewa
(Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka,
asal kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi
luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat
menjadi anak tertua (sulung) dari Semar.
Mengenal tokoh Petruk
petruk |
Petruk yang bermuka manis dengan senyuman yang menarik hati,
pandai berbicara, dan juga sangat lucu. Ia suka menyindir ketidakbenaran dengan
lawakan-lawakannya. Petruk pernah menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan
bernama Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak ada yang
dapat mengalahkannya selain Gareng.
Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di
pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia
bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan
maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti
di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana
guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari
pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba
kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang
tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-menarik,
tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah
sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan
oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi
petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru
kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa
tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama. Karena perubahan wujud
tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan
menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Petruk dan panakawan yang lain (Semar, Gareng dan Bagong)
selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada
kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain.
Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring.
Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi
tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi
seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam
pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu
Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.
Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang
bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari
bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan
Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada Janggan
Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri
kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya punakawan yang terdiri
dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana ”parepat/prapat”.
Mengenal tokoh Bagong
bagong |
Bagong sering disebut juga Ki Lurah Bagong adalah nama salah
satu tokoh punakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan
Sunda juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong, yaitu Cepot
atau Astrajingga. Namun bedanya, menurut versi ini, Cepot adalah anak tertua
Semar. Dalam wayang banyumasan Bagong lebih dikenal dengan sebutan Bawor.
Sebagai seorang panakawan yang sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong
pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat,
matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble. Dalam figur wayang kulit,
Bagong membawa senjata kudi. Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri.
Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk,
maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama.
Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.
togog |
Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan
anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama
Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau
Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.
Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah
mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang
Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog
menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan".
Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi
manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia
bertubuh bulat, bernama Bagong.
Gambar kartun punakawan dapat dilihat di link ini:
kartun punakawan
Gambar kartun punakawan dapat dilihat di link ini:
kartun punakawan
sumber :
http://kulitkreasi.blogspot.com/2012/03/wayang-kulit-punokawan.html
http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/05/arti-nama-tokoh-punakawan.html
3 comments:
nice share :D
makasih... ^.^
Terimakasih Artikel nya ya
Posting Komentar